Minggu, 06 Desember 2015

Aku, Dia,Siapa?



Kami saling berhadapan, tapi matanya tak sekalipun memandangku. Lebih banyak terfokus pada objek di belakangku atau di atas meja.

Dan kami saling berbicara.


Mungkin lebih tepatnya saling melontarkan kata. Aku tak peduli apa yang ia katakan. Aku hanya mengatakan apa yang ingin aku katakan. Dia pun begitu.
Selama kami bersama, kami hanya saling melontarkan kata. Bukan mencaci-maki, bukan pula dengan amarah. Bahkan bisa kukatakan kami saling berbicara tanpa rasa.

Tapi..

Setiap kali bersamanya aku tak pernah bisa mengatakan apa yang sebenarnya ingin aku katakan. Begitu berulang-ulang, aku selalu berhenti pada titik yang sama. Matanya yang tak sekalipun memandangku seperti tembok yang menghalangiku untuk mengatakan apa yang kurasakan.

"apa yang sebenarnya kau pikirkan?"
"kepada siapa saat ini kau bicara? Kata-kata yang kau lontarkan tanpa rasa itu, untuk aku atau sebenarnya kau hanya bergumam pada dirimu sendiri?"
"apa aku ada di dalam semestamu?"

Lidahku kaku. Pandangannya yang kosong melebur dengan dingin malam itu, sedikit demi sedikit eksistensinya terbawa angin. Seperti tiupan anak kecil yang belum pernah ke pantai pada butiran pasir. Ia membaur dengan malam, terbawa angin dan menghilang.
Mataku terbelalak, aku terus melontarkan kata, apapun yang ingin aku katakan, apapun yang ingin aku tanyakan. Lidahku bergerak dengan lancar. Aku menanyakan apa yang kurasakan pada dirinya.
Kami saling berhadapan

Tapi..

Aku tak pernah bisa memandang matanya.  Lebih banyak terfokus pada objek di belakangnya atau di atas meja.
Dan kami saling berbicara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar